Peluang Bisnis untuk Anda

Saturday, November 7, 2009

Rara Jonggrang

Rara Jonggrang adalah putri dari Prabu Baka dari Kerajaan Prambanan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Rara Jonggrang memiliki paras yang cantik jelita. Suatu ketika, ia dilamar oleh seorang kesatria yang bernama Bondowoso dari Kerajaan Pengging. Rara Jonggrang bersedia menerima lamaran itu, asalkan Bondowoso mampu membuatkan seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu semalam. Mampukah Bondowoso memenuhi syarat yang diajukan oleh Rara Jonggrang tersebut? Ikuti kisahnya dalam cerita Rara Jonggrang berikut ini!

* * *

Alkisah, pada zaman dahulu kala, ada seorang raja yang bernama Prabu Baka yang bertahta di Prambanan. Ia seorang raksasa yang menakutkan dan memiliki kesaktian yang tinggi. Wilayah kekuasaannya sangat luas. Kerajaan-kerajaan kecil di sekitar wilayahnya semua takluk di bawah kekuasaannya. Meskipun seorang raksasa, Prabu Baka mempunyai seorang putri cantik yang berwujud manusia bernama Rara Jonggrang. Prabu Baka sangat menyayangi putri tunggalnya itu. Sebagai wujud kasih sayangnya kepada putrinya, ia mewariskan seluruh kesaktian dan kepandaian yang dimilikinya. Maka jadilah Rara Jonggrang seorang putri yang cantik jelita dan sakti mandraguna.

Sementara itu di tempat lain, tersebutlah sebuah kerajaan yang tak kalah besarnya dengan Prambanan, yakni Kerajaan Pengging. Kerajaan itu memiliki seorang kesatria yang sakti bernama Bondowoso. Kesaktian Bondowoso terletak pada senjatanya yang bernama Bandung. Selain itu, Bondowoso juga mempunyai balatentara berupa makhluk-makhluk halus. Jika membutuhkan bantuan, Bondowoso mampu mendatangkan makhluk-makhluk halus tersebut dalam waktu sekejap.

Suatu ketika, Raja Pengging bermaksud memperluas wilayah kekuasaannya. Ia pun memerintahkan Bondowoso dan pasukannya untuk menyerang Prambanan.

“Hai, Bondowoso! Siapkan pasukanmu untuk pergi menyerang Prambanan!” perintah Raja Pengging.

“Baik, Gusti! Perintah segera hamba laksanakan!” jawab Bondowoso sambil memberi hormat.

Keesokan harinya, berangkatlah Bondowoso bersama pasukannya ke Prambanan. Setibanya di Prambanan, mereka langsung menyerbu masuk ke dalam istana. Prabu Baka pun tidak tinggal diam. Ia segera memerintahkan pasukannya untuk menahan serangan pasukan Bondowoso yang datang secara tiba-tiba. Pertempuran sengit pun tak terelakkan lagi. Namun karena pasukan Prabu Baka kurang persiapan dalam pertempuran itu, akhirnya pasukan Bondowoso berhasil menaklukkan mereka. Prabu Baka sendiri tewas terkena senjata sakti Bandowoso yang bernama Bandung. Sejak itu, Bondowoso pun dikenal dengan nama Bandung Bondowoso.

Setelah Bandung Bondowoso dan pasukannya memenangkan pertempuran itu, Raja Pengging pun mengamanatkan Bandung Bondowoso untuk menempati istana Prambanan.

“Wahai, Bandung Bondowoso! Sebagai ucapan terima kasihku atas keberhasilanmu mengalahkan Prabu Baka, aku memberimu amanat untuk mengurus Kerajaan Prambanan dan segala isinya, termasuk keluarga Prabu Baka,” kata Raja Pengging.

“Terima kasih, Gusti! Hamba berjanji untuk menjaga amanat Gusti,” jawab Bandung Bondowoso.

Setelah itu, Bandung Bondowoso pun segera menempati istana Prambanan. Pada saat hari pertama menempati istana Pramabanan, ia langsung terpesona melihat kecantikan Rara Jonggrang dan berniat untuk menjadikannya sebagai permaisuri.

Pada suatu hari, Bandung Bondowoso menyatakan maksud hatinya kepada Raja Jonggrang.

“Wahai, putri Rara Jonggrang! Bersediakah engkau menjadi permaisuriku?” tanya Bandung Bondowoso.

Rara Jonggrang tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Ia hanya terdiam dan kebingungan. Sebenarnya, ia amat membenci Bandung Bondowoso karena telah membunuh ayahnya. Namun, ia takut menolak lamarannya karena bagaimana pun juga ia tidak akan sanggup mengalahkan kesaktian Bondowoso. Setelah berpikir sejenak, Rara Jonggrang pun menemukan satu cara untuk menolak lamaran itu dengan cara yang halus.

“Baiklah, Bandung Bondowoso! Aku bersedia menerima lamaranmu, tapi kamu harus memenuhi satu syaratku,” jawab Rara Jonggrang.

“Apakah syaratmu itu, Rara Jonggrang?” tanya Bandung Bondowoso.

“Buatkan aku seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu semalam,” jawab Rara Jonggrang.

Tanpa berpikir panjang, Bandung Bondowoso pun menyanggupinya, karena ia yakin mampu memenuhi syarat itu dengan bantuan balantentaranya. Pada malam harinya, Bandung Bondowoso mengundang balatentaranya yang berupa makhluk halus tersebut. Dalam waktu sekejap, balatentaranya pun datang dan segera membangun candi dan sumur sebagaimana permintaan Rara Jonggrang. Mereka bekerja dengan sangat cepat. Pada dua pertiga malam, mereka hampir menyelesaikan seribu candi. Hanya tinggal tiga buah candi dan sebuah sumur yang belum mereka selesaikan.

Rara Jonggrang yang ikut menyaksikan pembuatan candi itu mulai khawatir. Ia pun segera memberitahukan hal itu kepada salah seorang dayang kepercayaannya.

“Dayang! Pembangunan seribu candi dan penggalian dua buah sumur tersebut hampir selesai. Apa yang harus kita lakukan?” tanya Rara Jonggrang kepada dayang itu.

“Tenanglah, Gusti! Pasti ada jalan keluarnya,” hibur dayang itu.

Rara Jonggrang kembali berpikir keras dan ia pun menemukan jalan keluarnya. Ia akan membuat suasana menjadi seperti pagi, sehingga para makhluk halus tersebut menghentikan pekerjaannya sebelum menyelesaikan seribu candi.

“Dayang! Segera bangunkan teman-temanmu! Suruh mereka membakar jerami dan menumbuk padi di lesung, serta menaburkan bunga-bunga yang harum baunya!” perintah Rara Jonggrang.

“Baik, Gusti!” jawab dayang itu seraya bergegas masuk ke dalam istana membangunkan dayang-dayang lainnya.

Dayang-dayang pun bangun dan segera melaksanakan perintah Rara Jonggrang. Tak berapa lama, tampaklah cahaya kemerah-merahan dari arah timur akibat dari pemakaran jeramih. Suara lesung pun terdengar bertalu-talu. Bau harum bunga-bungaan mulai tercium. Beberapa saat kemudian, suara ayam jantan berkokok mulai terdengar. Para balatentara Bandung Bondowoso pun segera menghentikan pekerjaannya, karena mengira hari sudah pagi. Mereka pergi meninggalkan tempat pembuatan candi tersebut, padahal kurang sebuah candi lagi yang belum mereka selesaikan. Batu-batu berukuran besar masih berserakan di tempat itu.

Melihat balatentaranya akan kembali ke alamnya, Bandung Bondowoso berteriak dengan suara keras.

“Teman-teman, kembalilah! Hari belum pagi. Genapkan seribu candi. Tinggal sebuah candi lagi!” teriak Bandung Bondowoso.

Para makhluk halus tersebut tidak menghiraukan teriakannya. Akhirnya, Bandung Bondowoso berniat meneruskan pembangunan candi itu untuk menggenapi seribu candi. Namun belum selesai candi itu ia buat, pagi sudah menjelang. Ia pun gagal memenuhi permintaan Rara Jonggrang. Mengetahui kegagalan Bondowoso tersebut, Rara Jonggrang segera menemuinya di tempat pembuatan candi itu.

“Bagaimana Bandung Bondowoso? Apakah candiku sudah selesai?” tanya Rara Jonggrang sambil tersenyum.

Betapa marahnya Bandung Bondowoso melihat sikap Rara Jonggrang itu. Apalagi setelah ia mengetahui bahwa Rara Jonggranglah yang telah menggagalkan usahanya. Ia pun melampiaskan kemarahannya dengan mengutuk Rara Jonggrang menjadi arca.

“Hai, Rara Jonggrang! Kamu telah menggagalkan usahaku untuk mewujudkan seribu candi yang kurang satu lagi. Jadilah kau arca dalam candi yang keseribu!” teriak Bandung Bondowoso.

Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, seketika itu pula Rara Jonggrang berubah menjadi arca batu. Wujud arca itu sangat cantik, secantik Rara Jonggrang. Hingga kini, arca itu dapat disaksikan di dalam ruang candi besar yang bernama Candi Rara Jonggrang yang berada dalam kompleks Candi Prambanan. Sementara candi-candi yang ada di sekitarnya disebut dengan Candi Sewu. Sewu dalam bahasa Jawa berarti seribu.

* * *

Demikian cerita Rara Jonggrang dari Prambanan, Daerah Istimewa Yogyakarta. Cerita di atas termasuk kategori legenda yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Pesan moral yang dapat dipetik dari cerita atas adalah akibat yang ditimbulkan dari sifat curang dan licik. Sifat ini tampak pada kelicikan Rara Jonggrang dalam menggagalkan usaha Bandung Bondowoso membangun seribu candi agar tidak menikahinya. Akibatnya, ia pun dikutuk menjadi arca oleh Bandung Bondowoso. Dalam tunjuk ajar Melayu dikatakan:

apa tanda orang yang licik,
janji mungkir cakap berbalik

kalu suka bersifat curang,
alamat kepala dimakan parang

No comments:

Post a Comment